projekt-heterologia


Tantangan Bagi Pengembangan Ekonomi Kreatif di Indonesia
September 29, 2007, 4:33 am
Filed under: Articles

iydey2007

“Nobody knows what will happen in the future.
We have to propose something anyway…”
– Diskusi peserta IYDEY 2007

I

Ajang International Young Design Entrepreneur of the Year Award 2007 (IYDEY 2007) baru saja berakhir beberapa waktu yang lalu. Melalui inisiatif dari British Council, sejak tanggal 10 s/d 21 September 2007 kompetisi ini mempertemukan 10 finalis dari 10 negara yang terdiri dari Argentina, China, Estonia, India, Indonesia, Nigeria, Polandia, Slovenia, Thailand, dan Venezuela. Berbeda dengan kompetisi desain yang selama ini kita kenal, IYDEY 2007 melibatkan peserta yang memiliki latar belakang pengetahuan dan profesi yang beragam sehinga kita diajak untuk membayangkan dunia desain sebagai sebuah disiplin pengetahuan yang memiliki pengertian yang luas dan sangat cair.

Hal ini misalkan tercermin dari beberapa peserta semisal Manuel Rapoport (Argentina), Ruttikorn Vuttikorn (Thailand) dan Martin Bricelj (Slovenia). Manuel Rapaport adalah seorang desainer mebel yang juga bekerja sebagai aktifis pemberdayaan masyarakat dan pemeliharaan lingkungan yang berkelanjutan di Patagonia, sebuah daerah terpencil di Argentina bagian selatan. Lewat studionya, ia kerap melibatkan komunitas masyarakat setempat untuk terlibat dalam pengembangan desain yang ramah lingkungan. Ruttikorn Vuttikorn adalah seorang desainer boneka yang juga kerap aktif terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengupayakan pengembangan desain boneka untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Sementara Martin Bricelj adalah seniman new media yang kerap berkarya di ruang publik dengan memanfaatkan pengetahuan di bidang desain dan teknologi baru untuk mengekspresikan berbagai pandangan tentang berbagai persoalan yang ada di masyarakat.

Selama kurang lebih 10 hari, kompetisi ini mengajak para peserta terlibat dalam serangkaian kegiatan kunjungan, wawancara, dan diskusi dengan berbagai pihak dan organisasi yang terkait dengan bidang desain dan industri kreatif di London dan Glasgow. Sejak hari pertama, para peserta diajak untuk mengunjungi berbagai biro desain, studio arsitektur, toko, butik, agensi publik, lembaga riset, universitas, museum, galeri maupun berbagai institusi dan komunitas lokal yang memiliki kaitan yang khusus dengan perkembangan desain maupun industri kreatif di Inggris. Melalui program ini, para peserta diajak untuk melihat secara langsung pranata dunia desain dan industri kreatif Inggris yang begitu komplit. Mulai dari institusi formal, lembaga pendidikan, agen, studio, toko sampai pada keberadaan berbagai komunitas dan institusi yang kerap melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menghimpun berbagai pengetahuan dan informasi yang terkait dengan perkembangan desain maupun industri kreatif secara umum.

iydey2007

Diakhir program, sebagian peserta berkesempatan untuk menampilkan karya terbaik dari negara masing-masing dalam pameran 100% Design yang diselenggarakan di Earls Court London mulai tanggal 18 s/d 21 September 2007. Acara tahunan ini merupakan ajang istimewa yang mempertemukan para pelaku industri desain produk dan interior dengan berbagai pihak yang secara langsung berkepentingan dengan industri ini. Selain menampilkan karya desain dan penemuan terbaru di bidang material dan teknologi, kegiatan ini juga menyelenggarakan berbagai konferensi, presentasi dan diskusi yang melibatkan para pelaku industri kreatif dari berbagai negara. Sayang dalam kesempatan ini Indonesia urung menampilkan karya craft kontemporer dari Ahadiat Joedawinata karena mendapat masalah dalam proses pengiriman karya ke Inggris.

Sementara itu, Sigal Cohen (Venezuela) tampil sebagai pemenang untuk kompetisi IYDEY 2007. Sigal adalah seorang desainer multimedia yang kerap bekerja dengan menggunakan media digital. Untuk kompetisi ini, ia secara khusus melakukan penelitian mengenai perkembangan budaya visual dan desain grafis di Venezuela. Selain itu, ia juga merancang sebuah platform online yang akan dikembangkan menjadi database visual dan sumber inspirasi artistik bagi para desainer di Venezuela. Yang menarik, platform ini juga dapat digunakan secara interaktif, sehingga setiap orang dapat berkontribusi dan terlibat secara aktif dalam setiap proses penyusunan content. Untuk proyek ini, Sigal mengadaptasi perkembangan web 2.0 dan aplikasi social networking yang memang sedang marak berkembang di jagat internet selama beberapa tahun terakhir ini.

picnic07

II

Sehari setelah pelaksanaan kegiatan IYDEY 2007 selesai, saya kemudian menjadi peserta dalam sebuah konferensi yang bertajuk PICNIC’07/Cross Media Week yang diselenggarakan pada tanggal 25 s/d 29 September 2007 di kota Amsterdam. Penyelenggara kegiatan ini adalah Cross Media Week Foundation yang terdiri dari sekelompok orang yang berasal dari beragam disiplin pengetahuan dan institusi yang saling berbeda. Organisasi ini didirikan oleh Bas Verhart (CEO Media Republic) dan Marlen Stikker (Direktur Waag Society), dengan anggota yang terdiri dari para peneliti, konsultan dan pelaku bisnis yang terkait dengan perkembangan teknologi dan industri kreatif di negeri Belanda. Diselenggarakan untuk yang ke dua kali, PICNIC’07 merupakan sebuah acara tahunan yang secara khusus mencermati perkembangan teknologi dan industri media terkini di wilayah Eropa, Amerika Utara dan Asia.

Dalam program ini, dilaksanakan serangkaian konferensi yang menghadirkan para pembicara yang terdiri dari seniman, desainer, arsitek, peneliti, programer, hacker, sampai pada para pelaku bisnis yang terkait dengan perkembangan di bidang teknologi dan industri media. Beberapa pembicara yang hadir antara lain adalah Prof . Dr. Emile Aarts (Philips Research Laboratories), David Silverman (Sutradara The Simpsons), Stefan Sagmaeister (Desainer pendiri Sagmeister Inc.), Sir Richard Branson (Pemilik Virgin Records), dsb. Di depan ratusan peserta, selama beberapa hari para pembicara ini memaparkan berbagai aspek yang terkait dengan pengembangan kreatifitas, mulai dari sisi proses sampai pada berbagai informasi dan pengetahuan yang berhubungan dengan perkembangan di bidang kreatifitas, teknologi dan bisnis.

picnic07

Diantara sekian banyak pembicara juga hadir Woody Gershenfield, seorang aktor yang dikenal sebagai pemeran Larry Flynt dalam film The People vs. Larry Flynt (1996). Selain bekerja sebagai seorang aktor, Woody Gershenfield juga seorang aktifis yang banyak terlibat dalam kegiatan sosial dan lingkungan hidup yang memperjuangkan kelestarian hutan dan mencegah penebangan kayu liar. Kehadirannya dalam acara ini terkait dengan salah satu agenda PICNIC’07, yaitu program kampanye pelestarian lingkungan hidup dan antisipasi perubahan iklim global. Untuk itu, khusus dalam PICNIC’07 diselenggarakan Picnic Green Challenge yang mengajak berbagai pihak untuk berkompetisi menciptakan teknologi yang berguna bagi perbaikan kondisi lingkungan hidup yang saat ini tengah mengalami kerusakan yang parah. Dalam kompetisi ini Igor Kluin tampil sebagai sebagai pemenang setelah bersaing dengan 439 peserta dan berhak mendapatkan hadiah sebesar 500.000 euro. Igor merancang QBox yang berfungsi sebagai instrumen penunjang jaringan energi alternatif yang dapat memonitor dan mengoptimalkan penggunaan energi rumahan secara otomatis.

Selain konferensi, acara ini juga menampilkan serangkaian presentasi, diskusi, pameran, pemutaran film, konser musik dan berbagai kegiatan yang memungkinkan para pelaku yang berasal dari beragam latar belakang disiplin pengetahuan dan profesi untuk saling berkenalan dan membangun jaringan kerjasama, baik dalam konteks lokal maupun internasional. Untuk kegiatan ini – atas dukungan Hivos (Sebuah organisasi non-profit yang berasal dari Belanda) – kesertaan saya dalam program PICNIC’07 juga terkait dengan upaya untuk membangun jejaring kerjasama selatan-selatan yang rencananya akan melibatkan beberapa medialab yang berada di wilayah India, Indonesia dan Brazil. Melalui inisiatif yang dimotori oleh Sarai Media Intiative (India), gagasan ini juga mendapatkan sambutan positif dari Waag Society (Belanda) dan Metareciclagem (Brazil). Upaya untuk membangun jaringan kerjasama selatan-selatan ini terutama ditujukan untuk menjembatani kesenjangan informasi dan pengetahuan yang masih menjadi endemi diantara komunitas masyarakat sipil di negara-negara yang terletak di bagian selatan dunia. Diharapkan melalui jaringan kerjasama selatan-selatan, Indonesia dapat menjadi salah satu motor penggerak yang menjembatani berbagai bentuk kesenjangan yang terjadi diantara negara maju dan negara berkembang.

picnic07

Salah satu program yang banyak menarik perhatian publik dalam kegiatan ini adalah demontrasi mengenai perkembangan teknologi radio frequency identification device (RFID) yang dipresentasikan oleh kelompok Mediamatic (Belanda). Salah satu karya ciptaan mereka adalah Trace Table yang mampu menghimpun berbagai informasi personal yang dimiliki oleh setiap orang melalui piranti RFID yang mereka punya. Selama beberapa tahun terakhir, aplikasi perkembangan teknologi RFID telah memicu banyak kontroversi yang terkait dengan isu dibidang keamanan dan privasi. Sekeping sirkuit logam tembaga yang dapat memancarkan dan menerima sinyal berisi data dan informasi ini memang mulai banyak digunakan untuk berbagai keperluan. Di beberapa negara, teknologi ini mulai dimanfaatkan sebagai kartu cerdas yang dapat memuat data dan informasi yang spesifik – mulai dari passport sampai pada pemindai pola sirkulasi produk industri – sehingga dicurigai dapat membobol informasi yang bersifat sangat pribadi.Program lain yang tidak kalah menarik adalah presentasi dari FabLab (www.fablab.nl) yang menampilkan workshop mengenai cara merakit printer 3 dimensi secara mandiri.

III

Berkaca dari kedua kegiatan di atas, secara jelas kita dapat melihat bagaimana penguasaan di bidang informasi, pengetahuan dan kreatifitas saat ini tengah menjadi titik sentral dalam perkembangan budaya secara global. Hal ini setidaknya juga ikut mengarahkan perkembangan di bidang teknologi dan bisnis yang memanfaatkan kreatifitas manusia sebagai ujung tombaknya. Sejak pertengahan tahun 1990-an, perkembangan di bidang informasi, pengetahuan dan kreatifitas juga ikut memicu lahirnya wacana mengenai industri kreatif yang saat ini telah menjadi fenomena global. Selain di negara maju, perkembangan industri kreatif setidaknya juga tumbuh secara pesat di beberapa negara berkembang semisal Cina, India, Brazil, Argentina, Meksiko dan bahkan Burkina Faso yang terletak di daratan Afrika. Di beberapa negara ini konon sektor ekonomi kreatif memberikan sumbangan GNP sebesar 3% (OAS Culture Series, 2003).

Di Inggris dan Belanda, sektor ekonomi kreatif tercatat memberikan kontribusi bagi penciptaan lapangan kerja baru sampai sebesar 30% (Richard Florida & Irene Tinagli, 2004). Tidak mengherankan kalau pemerintah di masing-masing negara menggenjot perkembangan sektor ekonomi kreatif dengan mendorong berbagai inisiatif masyarakat sipil untuk meningkatkan kemampuan di bidang kreatifitas dengan menciptakan berbagai kebijakan publik yang mengambil fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dan perkembangan teknologi. Selain itu, di banyak negara maju pemerintah setempat kerap menjalin hubungan kerjasama dengan berbagai elemen masyarakat sipil agar dapat mendorong penguasaan di bidang informasi dan pengetahuan secara luas. Untuk itu diciptakanlah berbagai kebijakan dan insentif yang dapat memicu pertumbuhan di bidang sektor kreatif dengan melibatkan pemerintah, lembaga keuangan, institusi pendidikan formal, dan berbagai kelompok independen yang menjadi tulang punggung bagi perkembangan ekonomi kreatif.

Di Indonesia, perkembangan sektor ekonomi kreatif juga disinyalir tengah berkembang pesat di beberapa kota besar selama kurun waktu 10 tahun terakhir. Melalui inisiatif komunitas anak muda di beberapa kota semisal Jakarta, Bandung dan Yogyakarta, berbagai benih yang memicu pertumbuhan ekonomi kreatif di tingkat lokal telah mampu melahirkan karya film, animasi, fesyen, musik, software, game komputer, dsb. Beberapa diantara pelaku ekonomi kreatif ini malah telah mendapatkan kesempatan untuk menampilkan karyanya di ajang internasional dan diterima dengan tangan terbuka. Yang mengagetkan, keberadaan talenta baru ini muncul tanpa infrastruktur yang memadai dan bahkan minim akan fasilitas. Berbeda dengan perkembangan sektor ekonomi kreatif negara maju yang didukung penuh oleh pemerintahnya, perkembangan sektor kreatif di Indonesia kebanyakan dipicu oleh terbukannya akses informasi dan pengetahuan yang didapat melalui internet. Selain itu kemunculan berbagai komunitas kreatif ini juga berkembang berkat intuisi untuk bertahan hidup di tengah masa-masa sulit. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila ditengah segala keterbatasan beberapa komunitas ini mampu melahirkan karya yang berkualitas, walau beberapa diantaranya disinyalir tercipta melalui penggunaan software bajakan.

Pemerintah sendiri akhir-akhir ini terlihat getol menyuarakan pentingnya mengembangkan sektor ekonomi kreatif sebagai salah satu upaya untuk keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Dalam Pekan Produk Budaya Indonesia, Presiden SBY menyatakan kalau ekonomi kreatif merupakan modal utama pembangunan ekonomi di gelombang empat peradaban (11/07/07). Hal ini tentu saja dapat kita artikan sebagai angin segar, walaupun wujud kongkrit bagi pengembangan sektor kreatif di dalam negeri masih merupakan tanda tanya besar. Setidaknya sampai saat ini sudah ada banyak pameran, seminar, workshop, usulan dan artikel di media massa yang membicarakan perkembangan ekonomi kreatif secara panjang lebar. Namun sayangnya upaya ini belum menunjukan kalau perkembangan ekonomi kreatif mendapatkan dukungan yang berarti dari berbagai pihak. Kalaupun ada, hampir semua mengambil fokus pada pembangunan infrastruktur (fisik) dan minim sekali perhatian pada peningkatan sumberdaya manusia melalui peningkatan akses terhadap informasi dan pengetahuan. Oleh karena itu, keinginan Presiden SBY untuk menjadikan ekonomi kreatif sebagai sektor unggulan yang dapat memberikan kontribusi penting bagi ekonomi nasional di masa depan bisa dikatakan masih merupakan mimpi yang entah kapan bisa menjadi kenyataan.

Kyai Gede Utama, 12 Oktober 2007